ANALISIS SEMIOTIKA DALAM SERIAL ANIME JUNJI ITO MANIAC: JAPANESE TALES OF THE MACABRE
Fitria
Puspa Ramadhani, Salma
Candraningtyas Ariyanto*
Pendidikan Desain
Komunikasi Visual, Universitas Indraprasta PGRI
ABSTRAK
Sebuah anime yang di adaptasi dari manga
horror terkenal karya Junji Itto menjadi sebuah perbincangan hangat dikalangan
masyarakat dan menjadi salah satu anime yang ditunggu-tunggu. Junji Ito Maniac:
Japanese Tales of the Macabre menjadi sebuah original net animasi (ONA) yang
diproduksi oleh Studio Deen. Anime ini telah ditayangkan di Netflix pada 19
Januari 2023 yang lalu. Anime tersebut memiliki konsep yang berbeda dengan
anime pada umumnya, dengan sebuah cerita yang menegangkan, horror dan juga drama.
Seri anime Junji Ito Maniac: Japanese
search Tales of the Macabre memiliki 12 episode. Ceritanya sendiri dibuat dari
20 kompilasi kisah yang diambil dari manga karya Junji Ito. Rata-rata dalam
satu episode yang berdurasi 24-25 menit ini, memiliki dua cerita dalam setiap
episodenya. Meskipun menonton secara berurutan, semua ceritanya tidak saling
berhubungan. Sehingga jika ingin menonton secara acak pun tidak masalah. Nuansa
seram terus berdatangan dari mulai Episode pertama hingga episode seterusnya.
Hal ini membuat penonton merasakan perbedaan suasana yang drastis dari masing
masing episodenya. Walaupun mempunyai banyak cerita dalam satu series, namun
anime junji ito pun mempunyai episode yang menarik banyak perhatian, yaitu
dalam episode “Tomie : Photo” yang mengisahkan mengenai seorang gadis misterius
yang baru saja berpindah sekolah dan tidak suka dengan salah satu murid
perempuan (Tsukiko) yang suka mengambil dan menjual foto laki laki popular di
sekolahnya. Hal ini mengganggu tomie dan dari situ lah konflik mereka berdua
muncul. Dan pada suatu hari Tsukiko disuruh siswa pria untuk memfoto tomie,
tetapi Ketika ia mempotret tomie ada keanehan yang terjadi dalam foto tersebut.
Dan hal itu lah yang membuat tomie mengalami kekacauan dalam hidupnya dan berakhir
terbunuh.
Kata Kunci: Serial Anime,
Junji Ito, Horror, Manga
* Korespondensi Penulis:
E-mail: puspaaya12@gmail.com
salmacandraningtyas576@gmail.com
PENDAHULUAN
Anime adalah animasi asal Jepang yang
digambar dengan tangan maupun menggunakan teknologi komputer. Kata anime
merupakan singkatan dari animation dalam bahasa Inggris, yang merujuk pada
semua jenis animasi. Di luar Jepang, istilah ini digunakan secara spesifik untuk
menyebutkan segala animasi yang diproduksi di Jepang. Meskipun demikian, tidak
menutup kemungkinan bahwa anime dapat diproduksi di luar Jepang. Beberapa ahli
berpendapat bahwa anime merupakan bentuk baru dari orientalisme. Pembuat anime
disebut animator. Para animator bekerja disebuah studio untuk memproduksi
sebuah anime. Di dalam studio itu, terdapat beberapa animator yang saling
bekerja sama untuk menghasilkan sebuah anime yang berkualitas. Akan tetapi,
sangat disayangkan, gaji dari para animator tersebut tergolong rendah jika
dibandingkan dengan kerja keras mereka. Hal ini yang membuat para animator
enggan untuk bekerja secara profesional. Mereka merasa hal itu tidak sebanding
dengan usaha yang telah mereka lakukan. Para animator itu sering disebut "seniman
bayangan". Karena mereka bekerja seperti seorang seniman yang berusaha
mengedepankan unsur cerita dan unsur intrinsiknya.
Junji Ito (lahir 31 Juli 1963) adalah
seorang seniman manga horor jepang. Beberapa karya yang paling terkenal
termasuk Tomie, serial yang mengisahkan seorang gadis abadi yang membuat para
pengagumnya menjadi gila. Karya Ito telah mengembangkan banyak pengikut dan Ito
telah disebut sebagai seniman menga horor ikonik. Manga Ito telah di adaptasi
menjadi film dan serial televisi anime, termasuk serial anime Tomie dan serial
antologi anime Junji Ito Collection. Ito memulai pengalamannya di dunia horor
pada usia yang sangat muda, dengan manga pertamanya Mummy Teacher by Kazuo
Umezu. Junji Ito besar di pedesaan kota kecil sebelah Nagano. Di rumah tempat
ia tinggal, kamar mandi berada di ujung terowongan bawah tanah, di mana
terdapat jangkrik, laba-laba. Pengalaman tersebut tercermin dalam
karya-karyanya.
Junji Ito memulai menggambar manga
pada usia 4 tahun, mengambil inspirasi dari karya yang ia baca di majalah. Pada
tahun 1987, Ito mengirimkan cerita pendek ke Montly Halloween yang memenangkan
penghargaan terhormat di Kazuo Umezu Prize. Kisah ini berlangsung selama 13
tahun dan kemudian diserialkan sebagai Tomie. Tomie terinspirasi oleh kematian
salah satu teman sekelasnya. Ito merasa aneh bahwa seorang anak laki-laki yang
dikenalnya tiba-tiba menghilang dari dunia dan dia terus mengharapkan anak
laki-laki itu muncul kembali, dari hal tersebut muncul sebuah ide tentang
seorang gadis yang seharusnya telah meninggal tetapi kemudian muncul bergitu
saja seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Tomie Kawami adalah perempuan dengan
rambut hitam panjang dan tanda kecantikan berada tepat di bawah mata kirinya.
Tomie bisa merayu hampir semua pria dan mendorong mereka untuk membunuh juga,
meskipun korbannya sering kali adalah Tomie sendiri.
Pada serial anime Junji Ito Maniac:
Japanese Tales of the Macabre yang memiliki 12 episode terdapat satu episode
yang sangat menarik perhatian yaitu, episode 9 “Tomie; Photo”. Episode ke 9
tersebut Tomie digambarkan sebagai siswi yang ditakuti karena ketegasan dan
kedisiplinannya. Tetapi pada titik lain, terdapat seorang siswi bernama Tsukiko
Izumisawa yang bergabung dalam klub foto di sekolah memperjualkan foto dari
target yang memang sedang di incar kemudian foto tersebut dijual dengan harga
tinggi kepada pelanggan yang merupakan teman sekolah nya sendiri. Tidak sedikit
siswa atau siswi yang menggunakan jasa dari Tsukiko untuk mendapatkan foto dari
seseorang yang mereka incar. Perbuatan tersebut membuat Tomie tertarik yang
kemudian ia merencanakan sebuah hal yang tidak masuk akal untuk membuat Tsukiko
trauma.
METODE
PENELITIAN
Metode analisis dalam penulisan
jurnal ini menggunakan metode analisis Kualitatif deskriptif yang menggunakan
data data kualitatif (metode yang cenderung menggunakan analisis terhadap suatu
objek) Dan dari semua data tersebut akan di simpulkan bahwa terdapat tanda
tanda semiotika dari objek yang di analisis yaitu Anime Junji Ito Maniac:
Japanese Tales of the Macabre Episode 9 Tomie: Photo. Adapula tekhnik yang
digunakan dalam menganalisis objek penelitian tersebut yaitu peniliti melakukan
Observasi, yang berarti pengamatan langsung dengan objek yang diteliti, dengan
cara menonton langsung anime tersebut dengan teliti sehingga paham apa yang
disampaikan dalam setiap scene nya. Dan juga peneliti mencari Dokumentasi dari
anime tersebut, seperti mencari hal hal atau teori yang berkaitan dengan objek
yang diteliti. Dan juga Peneliti mengumpulkan data tersebut berdasarkan dari
buku, web, jurnal dan artikel yang ada. Kemudian data tersebut akan di uraikan
dan dikaji untuk menemukan makna yang terkandung dalam setiap scene yang ada
dan dikaitkan dengan teori semiotika.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Sistem penandaan dengan teori Ferdinand de Saussure
Pada penelitian ini peniliti
menggunakan teori Ferdinand de Saussure untuk menguraikan beberapa pesan yang
disampaikan dalam scene anime tersebut. Ferdinand de Saussure meletakkan tanda
dalam konteks komunikasi manusia dengan melakukan pemilahan antara apa yang
disebut signifier (penanda) dan signified (petanda). Signifier (penanda) yang
dimaksud adalah sebuah hal atau objek yang ada atau nyata yang dapat dilihat
atau dirasakan keadaan nya
sedangkan signifier
(penanda) yaitu penggambaran atau r 3 konsep
berpikir yang ada pada suatu hal atau objek nyata tersebut. Penanda dan petanda
tersebut juga sering berkaitan dengan kehidupan yang dijalani sehari hari,
namun seringkali orang mengabaikan petanda tersebut disbanding penanda. Maka
dari itu peneliti menggunakan teori Ferdinand de Saussure agar seseorang paham
mengenai dua hal tersebut yang bahkan tak luput dari objek atau sesuatu yang
kita liat sehari hari.
3.2 Hasil analisis
Dalam beberapa scene di anime Junji
Ito Maniac: Japanese Tales of the Macabre Episode 9 Tomie: Photo. Terdapat
beberapa scene yang dapat dikaitkan dengan analisis semiotika dengan teori
Ferdinand de Saussure yang meliputi Signifier (penanda) dan Signified
(petanda). Berikut uraian analisis semiotika dari beberapa scene di Anime
tersebut :
Scene 1
Signifier (penanda)
: Sebuah foto laki laki yang di pegang oleh izumisawa dan di tunjukan kepada
teman perempuan nya.
Signified (petanda)
: Foto laki laki yang di foto
adalah foto lelaki yang disukai oleh teman perempuan izumisawa maka dari itu
izumisawa memotretnya dan menunjukan kepadanya.
Signifier (penanda)
: teman perempuannya memberikan uang kepada izumisawa.
Signified (petanda)
: Transaksi jual beli foto lelaki yang disukai oleh teman perempuan izumisawa.
Scene 3
Signifier (penanda)
: Izumisawa memfoto seniornya yaitu senior yamazaki dan ada sesosok perempuan
di Lorong kecil yang memperhatikan nya.
Signified (petanda)
: Izumisawa mengetahui target selanjutnya yang membuat ia untung dalam bisnis
jual beli foto, lalu ia memfoto senior yamazaki yang terkenal popular di
sekolahnya. Dan Tomie yang melihat hal tersebut merasa tidak suka atas kelakuan
izumisawa.
Scene 4
Signifier (penanda)
: Foto senior yamazaki yang sudah di cetak sedang di lihat oleh izumisawa.
Signified (petanda)
: Izumisawa merasa senang mendapatkan banyak foto foto senior yamazaki yang
kemudian akan dijual dengan harga yang
lumayan tinggi.
Scene 5
Signifier (penanda)
: Tomie menyuruh taicihi untung menggeledah tas izumisawa.
Signified (petanda)
: Karena ketidaksukaan tomie kepada izumisawa semakin meningkat maka ia
menyuruh taichi untuk menggeledah isi tas izumisawa yang berisi foto foto
lelaki yang dijualnya.
Scene 6
Signifier (penanda)
: Tomie mengizinkan izumisawa untuk mempotretnya dengan sepuasnya.
Signified (petanda)
: Dengan kelicikan nya, tomie menjebak izumisawa dengan menyuruhnya untuk memfotonya dengan sebanyak mungkin.
Scene 7
Signifier (penanda)
: Izumisawa mencetak foto tomie
dan menemukan keanehan dalam fotonya.
Signified
(petanda) : izumisawa merasa penasaran dengan hasil fotonya lalu melihat dan
merasa kaget dengan hasil foto tomie yang memperlihatkan tomie mempunyai wajah
lain di kepalanya.
Scene
8
Signifier (penanda)
: Foto foto tomie di sebarkan
melalui jendela kelas.
Signified
(petanda) : Foto foto aneh tomie disebarkan oleh izumisawa agar mereka melihat
wujud asli Tomie.
Scene 9
Signifier (penanda)
: Izumisawa di Tarik lehernya
menggunakan tali oleh senior yamazaki.
Signified (petanda)
: Senior yamazaki merasa kesal
dengan izumisawa karena menebarkan foto foto tomie ke warga sekolah dan membuat
tomie marah.
Scene 10
Signifier (penanda)
: Izumisawa duduk termenung melihat
kamera nya
Signified (petanda) : Izumisawa
memikirkan tengan kejadian kejadian yang telah di alaminya semenjak bertemu
dengan tomie dan berbagai foto foto dikamera nya.
Scene 11
Signifier (penanda)
: Izumisawa melihat 2 orang lelaki
di depan rumahnya.
Signified (petanda)
: 2 lelaki yang dilihat izumisawa
merupakan kaki tangan tomie, yang otomatis dimanapun mereka berada pasti sedan
gada disitu.
Scene 12
Signifier (penanda)
: Tomie memandang dan berteriak
kepada izumisawa dengan sangat marah.
Signifier
(petanda) : Tomie kesal kepada izumisawa karena ia berbicara bahwa tomie
seorang monster.
Scene 13
Signifier (penanda)
: Tomie menggaruk garuk kepalanya.
Signifier (petanda) : Tomie merasa tidak tahan
akan wajah lain yang ada di kepalanya yang ingin menunjukan diri.
Scene 14
Signifier (penanda)
: Terdapat wajah lain di kepala
tomie.
Signifier (petanda) : Wajah lain yang merupakan
sosok asli tomie maka dari itu izumisawa menyebutnya monster.
Scene
15
Signifier (penanda)
: Pisau yang di ayunkan oleh kaki
tangan tomie.
Signifier (petanda) : Tomie meminta kaki tangan
nya untuk memusnahkan wajahnya yang lain, dan mereka menggunakan pisau untuk
memotong kepalanya.
Scene
16
Signifier (penanda)
: Munculnya kepala lain di tubuh tomie
yang kepalanya sudah terpotong.
Signifier (petanda) : Tomie yang merupakan
sosok misterius atau abadi, karena meskipun kepala nya di penggal, namun dari
tubuhnya tetap muncul kepala baru.
Scene 17
Signifier (penanda)
: Izumisawa berfikir bahwa foto
foto kameranya rusak.
Signifier (petanda) : Izumisawa merasa kecewa
karena tidak bisa menangkap foto mengenai kejadian aneh tersebut.
Dari hasil analisis di setiap scene Anime Junji
Ito Maniac: Japanese Tales of the Macabre Episode 9 Tomie: Photo. Terdapat
teori semiotika dalam setiap scene nya. Scene yang terlihat aneh namun
mempunyai pesan atau arti tertentu apabila diamati dengan teliti. Dan dapat
dibuktikan bahwa setiap perbuatan atau Tindakan pun mempunyai teori semiotika
di dalamnya.
KESIMPULAN
Melalui hasil analisis
pembahasan yang telah diuraikan peneliti, penelitian mengenai Analisis Dalam
series anime Junji Ito Maniac: Japanese Tales of the Macabre menggunakan teori
Semiotika Ferdinand De Saussure dapat disimpulkan bahwa series anime Junji Ito
Maniac: Japanese Tales of the Macabre cukup banyak menyinggung mengenai
petanda. Setiap scene memperlihatkan penanda yang sangat berhubungan. Pada
episode 9 tersebut menampilkan karakter utama bernama Tomie yang memang
karakter Tomie adalah karakter terpopuler dalam series Junji Ito. Dari penanda
yang ada pada setiap scene membuat penonton turut menebak tentang apa yang akan
terjadi pada scene selanjutnya. Series Junji Ito juga mengajarkan penonton
tentang hal buruk yang tidak sebaiknya untuk dicontoh. Izumisawa adalah salah
satu contoh buruk yang bisa saja dilakukan oleh manusia. Dengan ketamakan dan
keegoisannya membuat diri dari Izumisawa merasakan penyesalan. Tomie sebagai
gadis menyeramkan membuat Izumisawa merasa keheranan dengan situasi yang ia
alami. Dari muncul nya Tomie, terlihat bahwa perilaku yang dilakukan sangat
diluar nalar, dan Junji Ito sangat memperlihatkan bahwa karakter utama nya
Tomie tidak dapat mati dan Tomie dapat memanipulasi laki-laki agar tergila-gila
dengannya
REFERENSI
Anime. (2023, April 16). Retrieved from Wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Anime
Junji Ito. (2023, maret 30). Retrieved from Wikipedia:
https://en.wikipedia.org/wiki/Junji_Ito Rizkyka Hamama Madhona, Y. (n.d.).
SOETOMO COMMUNICATION AND HUMANITIES. Representasi Emosional Joker Sebagai
Korban, 7-11.
Sen, A. (2023, Januari 24). ‘Junji Ito Maniac: Japanese Tales Of The
Macabre’ Episode 9: Recap And Ending, Explained. Retrieved from Digital Mafia
Talkies:
https://dmtalkies.com/junji-ito-maniac-japanesetales-of-the-macabre-episode-9-recap-2023
20 JURNAL PEMBANDING
1. Jurnal I
a)
Judul = Analisis Semiotika
Strukturalisme Ferdinand De Saussure pada film "Berpayung Teduh".
b)
Object = Film "Berpayung
Teduh"
c)
Metode = Metode Deskriptif
kualitatif
d)
Analisis = Film Berpayung Teduh
memiliki beberapa tanda atau semiotika seperti tanda personal maupun nilai-nilai
yang dapat diterapkan oleh penonton.
e)
Kesimpulan = Pada film ini
banyak sekali pesan-pesan yang terkandung, mulai dari kita harus menyayangi
keluarga, tidak egois dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin.
2. Jurnal II
a)
Judul = Analisis Semiotika Ferdinand
De Saussure dalam tradisi Angngaru pada suku Makassar.
b)
Object = Tradisi Angngaru pada
Suku Makassar.
c)
Metode = Penelitian Kualitatif
d)
Analisis = Angngaru memberikan
petanda bahwa seseorang yang menjadikan dirinya sebagai tamen dalam melindungi
raja yang akan siap bertarung.
e)
Kesimpulan = Makna-makna yang
terkandung dalam Angangaru yakni kita harus bersikap royal, amanah, patriot dan
bertanggung jawab.
3. Jurnal III
a)
Judul = Interpretasi Semiotika
Ferdinand De Saussure dalam hadist Liwa dan Rayah.
b)
Metode = Deskriptif kualitatif
c)
Object = Hadist Liwa dan Rayah
d)
Analisis = Bendera pada Liwa
dan Rayah mengandung idiologi yang bertentangan dengan idiologi Pancasila.
e)
Kesimpulan = Bahwa setiap
parole-parole menjadi satu kesatuan utuh dan kolektif.
4. Jurnal IV
a)
Judul = SEMIOTIKA DALAM
PERIKLANAN
b)
Object = Iklan
c)
Metode = Penelitian kualitatif
d)
Analisis = Penggunaan semiotika
sebagai metode pembacaan Iklan layanan masyatrakat disebabkan kecenderungan
untuk memandang berbagai hal seperti seni, budaya, sosial, desain komunikasi
visual, dan sebagai fenomena bahasa dan tanda. Metode Semiotika, pada dasarnya
beroperasi pada dua jenjang analisis. Pertama, analisis tanda secara
individual. Mencakup: jenis, struktur, kode, dan makna tanda. Kedua, analisis
tanda sebagai sebuah kelompok atau kombinasi. Yakni kumpulan tanda-tanda yang
membentuk teks sedangkan teks dipahami sebagai kombinasi tanda-tanda. Dengan
demikian, karya desain komunikasi visual salah satunya berbentuk iklan layanan
masyatrakat juga dapat dilihat sebagai sebuah teks. Oleh karena itu,
keberadaannya merupakan kombinasi tanda-tanda dan perlu didekati dengan kajian
Semiotika.
e)
Kesimpulan = Aplikasi
perancangan dan perencanaan desain iklan komersial maupun iklan layanan
masyarakat (non komersial) senantiasa melibatkan seluruh media. Dengan
pendekatan teori Semiotika diharapkan dapat diketahui dasar keselarasan antara
tanda verbal dengan tanda visual untuk mendukung kesatuan penampilannya serta
mengetahui hubungan antara jumlah muatan isi pesan (verbal dan visual) dengan
tingkat kreativitas pembuatan desainnya.
5. Jurnal V
a)
Judul = ANALISIS SEMIOTIK
NILAI-NILAI FEMINISME DALAM FILM MULAN 2020
b)
Object = Film Mulan 2020
c)
Metode = Deskriptif Kualitatif
d)
Analisis = Nilai-nilai
feminisme dalam film Mulan cukup jelas terlihat di beberapa adegan. Berikut
merupakan adegan-adegan dengan nilai-nilai feminisme yang ditunjukan melalui
tanda berdasarkan teori semiotika menurut Pierce.
e)
Kesimpulan = Penelitian
mengenai Analisis Semiotika Nilai-Nilai Feminisme Dalam Film Mulan 2020
menggunakan teori Semiotika Charles Sanders Pierce dapat disimpulkan bahwa Film
Mulan 2020 cukup banyak menyinggung mengenai nilai-nilai feminisme. Seperti
mengenai stigma mengenai kodrat wanita yang seharusnya hanya mengurus hal-hal
domestik saja, wanita yang tujuan hidupnya hanya utuk menikah dan mempunyai
anak, serta kesetaraan antar gender wanita dan pria, dimana pria dipandang
memiliki posisi yang lebih tinggi dibanding wanita dalam segala bidang,
sehingga wanita harus selalu tunduk kepada apapun itu keputusan pria.
6. Jurnal VI
a)
Judul = ANALISIS SEMIOTIKA PADA
10 FOTO TERBAIK THE CHARTERED INSTITUTION OF WATER AND ENVIRONMENTAL MANAGEMENT
2018
b)
Object = 10 foto terbaik The
Chartered Institution of Water and Environmental management 2018
c)
Metode = Deskriptif kualitatif
d)
Analisis = Karena peneliti
meneliti foto bertemakan pencemaran lingkungan, banyak foto yang memiliki tanda
harapan. Foto-foto tersebut dapat menjadi bukti betapa rusak nya bumi ini.
Seperti, pencemaran lingkungan di daerah tempat hewan tinggal, pencemaran
udara, air, tanah, bahkan sampai melukai makhluk hidup. Harapan-harapan yang
timbul dari tanda-tanda ini mengenai kehidupan, lingkungan, kebahagiaan dan
harapan agar bumi ini dapat menjadi lebih baik lagi.
e)
Kesimpulan = Setelah melakukan
analisis menggunakan metode deskriptif kualitatif, dan analisis menggunakan
teori semiotika Roland Barthes. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa setiap foto
yang diambil memiliki tanda dan maknanya tersendiri. Adanya tanda denotasi dan
konotasi disetiap foto. Tanda denotasi ini merupakan tanda yang pasti terlihat
dalam foto tersebut, sedangkan tanda konotasi merupakan pemaknaan tanda secara
subjektif dan tidak pasti. Tanda-tanda konotasi ini lah yang peneliti
kembangkan menjadi sebuah makna yang ada dalam foto tersebut.
7. Jurnal VII
a)
Judul = ANALISIS SEMIOTIKA PADA
FILM LASKAR PELANGI
b)
Object = Film Laskar pelangi
c)
Metode = Deskriptif kualitatif
d)
Analisis = Film Laskar Pelangi
mengangkat tema sosial yang sangat melekat pada kehidupan masyarakat Indonesia.
Film ini mengangkat aspek – aspek human interest, dimana tujuannya adalah
perasaan penonton meliputi perasaan lucu, sedih, gembira, maupun haru. Adegan
film Laskar Pelangi kebanyakan terfokus kepada kisah perjuangan anak – anak
Belitung yang tinggal di pesisir untuk menempuh pendidikan yang memiliki
keterbatasan materi serta diiringi beberapa konflik didalamnya.
e)
Kesimpulan = Tanda – tanda
tersebut mendeskripsikan makna dari keadaan, kejadian, kostum, kekayaan, nama,
bakat, kemiskinan. Semangat untuk mendapatkan pendidikan tergambar jelas pada
film. Tanda – tanda disajikan dengan sangat baik sehingga mampu memberikan
keprihatinan mendalam terhadap tokoh anak – anak Laskar Pelangi kepada
penonton. Kesenjangan sosial juga sangat dirasakan dari ikon kostum dan
bangunan sekolah.
8. Jurnal VIII
a)
Judul = Analisis semiotika
pesan moral dalam Film Jokowi
b)
Object = Film Jokowi
c)
Metode = Penelitian Kualitatif
d)
Analisis = Film Jokowi ini
mengandung pesan moral dalam berbagai sisi kehidupan melalui tanda-tanda yang
muncul baik visual maupun verbal di dalam masing-masing ceritanya.
e)
Kesimpulan = Pesan moral
terlihat pada pembicaraan para tokoh yang merupakan representasi dari pesan
moral.
9. Jurnal IX
a)
Judul = ANALISIS SEMIOTIK
TERHADAP FILM IN THE NAME OF GOD
b)
Object = Film in the name of
God
c)
Metode = Penelitian Kualitatif
d)
Analisis = Representasi konsep
Jihad dalam film In The Name of God berupa jihad yang dimaknai sebagai
perperangan, jihad dalam menuntut ilmu dan jihad untuk mempertahankan diri dari
ketidakadilan yang menimpa seseorang.
e)
Kesimpulan = Dalam film
tersebut terdapat tiga makna denotasi, konotasi dan mitos yang dianggap
mempresentasikan konsep jihad Islam.
10. Jurnal XI
a)
Judul = ANALISIS SEMIOTIKA
PESAN MORAL DALAM FILM “DUA GARIS BIRU”
b)
Object = Film Dua Garis Biru
c)
Metode = Penelitian Kualitatif
d)
Analisis = Pada beberapa scene
pesan terkait pesan moral serta edukasi seksual yang tersirat didalam film Dua
Garis Biru dengan menggunakan analisis teori semiotika Roland Barthenz dengan
teknik denotasi dan konotasi.
e)
Kesimpulan = Makna dari pesan
moral yang dapat diambil dari sebuah film Dua Garis Biru karya Gina S.Noer
adalah meskipun status keluarga dimata masyarakat bai-baik saja belum tentu
keluarga tersebut sedang dalam keadaan baik seperti yang di gambarkan oleh
keluarga Dara. Demikian keluarga Bima meskipun status sosial tersebut tidak
berarti anak-anaknya terjerumus kedalam suatu hal yang buruk. Pendekatan orang
tua dengan anak sangatlah berpengaruh dengan sikap serta sifat anak. Komunikasi
yang sangat jarang dengan anak, tidak adanya keterbukaan antara anak dan orang
tua mengenai seksual alah satunya sehingga dari situlah membuat canggung untuk
bercerita atau memberikan edukasi seksual. Padahal edukasi seksual merupakan
pelajaran yang sangat penting bagi anak usia remaja karena, usia remaja
merupakan usia yang harus diperhatikan betul-betul dimana di usia ini mereka
masih labil dan pikiran mereka belum benar-benar matang. Disinilah pentingnya
orang tua perbanyak berkomunikasi dengan anak ataupun hanya sekedar berbincang
mengenai reproduksi.
Komentar
Posting Komentar